PENDAHULUAN
Seorang calon
guru nantinya akan benar-benar dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang pendidik. Di dalam mengajar nantinya seorang guru dituntut
untuk bisa memberikan pendidikan yang terbaik sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan.
Dalam hal itu,
evaluasi pendidikan merupakan salah satu bagian dari kegiatan yang dilakukan
oleh seorang guru untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut, dan
diantara evaluasi yang dilakukan oleh guru yaitu evaluasi hasil belajar, dimana
evaluasi ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan keterampilan
siswa setelah menerima materi dan arahan dari seorang guru.
Evaluasi hasil
belajar ini sangatlah penting dimana seorang guru harus benar-benar obyektif
dan profesional dalam melaksanakannya, karena disini seorang guru akan
memutuskan berhasil tidaknya seorang murid.
Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Prinsip-prinsip, ciri-ciri dan langkah-langkah
evaluasi pembelajaran” yang akan memberikan pemasukan bagi seorang guru tentang
langkah-langkah membuat soal.
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP EVALUASI, CIRI-CIRI dan LANGKAH-LANGKAH EVALUASI PEMBELAJARAN
A.
Prinsip-Prinsip Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai berapa
jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara
operational. Selanjutnya juga ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat
diperoleh penilaian (value judgement), Karena itu dalam evaluasi
diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi
dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip itu antara lain:
a. Kepastian dan kejelasan.
Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan
dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan dapat dilaksanakan apabila
tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas dalam definisi yang operational.
Bila kita ingin mengevaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita
identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan instruksional pengajaran dan
barulah kita kembangkan alat evaluasinya. Dengan demikian efektifitas alat
evaluasi tergantung pada deskripsi yang jelas apa yang akan kita evaluasi.
Pada umumnya alat evaluasi dalam pendidikan terutama pengajaran
berupa test. Test ini mencerminkan karakteristik aspek yang akan diukur. Kalau
kita akan mengevaluasi tingkat intelegensi siswa, maka komponen-komponen
intelegensi itu harus dirumuskan dengan jelas dan kemampuan belajar yang
dicapai dirumuskan dengan tepat selanjutnya dikembangkan test sebagai alat
evaluasi. Dengan demikian keberhasilan evaluasi lebih banyak ditentukan kepada
kemampuan guru (evaluator) dalam merumuskan/mendefinisikan dengan jelas
aspek-aspek individual ke dalam proses pendidikan.
b. Teknik evaluasi
Teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi.
Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang cocok untuk semua keperluan
dalam pendidikanl Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin dicapai dikembangkan
tekmk evaluasi tersendiri yang cocok dengan tujuan tersebut. Kecocokan antara
tujuan evaluasi dan teknik yang digunakan perlu dijadikan pertimbangan utama.
c. Komprehensif.
Evaluasi yang komprehensif memerlukan tehnik bervariasi. Tidak
adalah teknik evaluasi tunggal yang mampu mengukur tingkat kemampuan siswa
dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajaran. Sebab dalam
kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan
tersendiri. Test obyektif misalnya akan memberikan bukti obyektif tentang
tingkat kemampuan siswa.
Tetapi hanya memberikan informasi sedikit dari siswa tentang apakah
ia benar-benar mengerti tentang materi tersebut, apakah sudah dapat
mengembangkan ketrampilan berfikirnya, apakah akan dapat mengubah / mengembangkan
sikapnya apabila menghadapi situasi yang nyata dan sebagainya. Lebih-lebih pada
test subyektif yang penilaiannya lebih banyak tergan¬tung pada subyektivitas
evaluatornya.
Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-mengajar,
untuk mengukur kemampuan belajar siswa digunakan teknik evaluasi yang
bervariasi. Bob Houston seorang ahli evaluasi di Amerika Serikat (Texas)
menyarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih I obyektif dalam evaluasi, maka
variasi teknik tidak hanya dikembangkan dalam bentuk pengukuran kuantitas saja.
Evaluasi harus didasarkan pula data kualitatif siswa yang diperoleh dari
observasi guru, Kepala Sekolah, catatan catatan harian dan sebagainya.
d. Kesadaran adanya kesalahan pengukuran.
Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam tek¬nik
evaluasi yang digunakan. Atas dasar kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih
hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan evaluasi.
Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur
sebaglan (sampel) saja dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi
pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka dapat terjadi
salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimi liki siswa tidak termasuk
dalam sampel pe¬ngukuran. Inilah yang disebut sampling error dalam evaluasi.
Sumber kesalahan (error) yang lain terletak pada alat/instrument
yang diguriakan dalam proses evaluasi. Penyusunan alat evaluasi tidak mudah,
lebih-Iebih bila aspek yang diukur sifatnya komplek. Dalam skoring sebagai data
kuantitatif yang diharapkan dapat mencerminkan objektivitas, tidak luput dari
“error of measurement”. Test obyektif tidak luput dari guessing, main terka,
untung-untungan, sedangtest essai subyektivitas penilai masuk di dalamnya.
Karena itu dalam laporan hasil evaluasi, evaluator perlu melaporkan adanya
kesalahan pengukuran ini. Pengukuran dengan test, kesalahan pengukuran dapat
ditunjukkan dengan koefisien kesalahan pengukuran.
e. Evaluasi adalah alat, bukan tujuan.
Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi
digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa
tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugi¬kan anak didik.
Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru
dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan di¬gunakan dan selanjutnya
disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui
tujuan evaluasi data yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut
di atas maka kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu
dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan dengan
demikian.
Ciri-Ciri Tes yang Baik
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus
memiliki persyaratan tes sebagai berikut:
a.
Validitas
Perbedaan “validitas” dengan “valid”. Validitas merupakan sebuah
kata benda, sedangkan valid merupakan kata sifat. Dari pengamatan sehari-hari,
tidak sedikit siswa atau guru mengatakan, “tes ini baik, karena sudah
valditas,”. Kalimat tersebut tidak tepat, yang benar adalah “tes ini sudah baik
karena sudah valid,” atau tes ini baik karena memiliki validtas yang tinggi.
Dalam pembicaraan evaluasi pada umumnya orang hanya mengeanal
istilah “valid” untuk alat evauasi atau instrument evaluasi. Hingga saat ini
belum banyak buku yang menerapkan istilah “valid” untuk data. Dalam buku ini dicoba
menjelaskan asal pengertian “valid” untuk nstrumen dimulai dari pengertan
“valid” untuk data.
Sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai
dengan keadaan senyatanya. Sebagai contoh, informasi tentang seseorang bernama
si A menyebutkan bahwa si A pendek karena tingginya tidak lebih dari 140 cm.
data tentang si A ini dikatakn valid apabila memang sesua dengan kenyataan,
yakni bahwa tinggi A kurang dari 140 cm. contoh lain, data B yang diperoleh
dari cerita orang lain bahwa a pembohong. Bukti bahwa s B pembohong diperoleh
dari pernyataan si B yang sering bicara tidak benar, tidak sesua dengan
kenyataan. Dengan demikian data tentang si B itu valid dan xerita orang
tersebut benar.
Jika data yang dihasilkan dari sebuah instrument valid, maka dapat
dikatakan bahwa nstrumen tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran
tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya.
Dari sedikt uraian dan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa:
Jika data yang dihasilkan oleh instrumen benar dan valid, sesuai
kenyatann, maka instrument yang digunakna juga valid. Sebuah tes disebut vald
apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Istilah “valid”
sangat sukar dicari gantinya. Ada istilah baru yang mulai diperkenalkan, yaitu
sahih, sehingga valditas digant dengan kesahihan. Walaupun istilah “tepat”
belum dapat mencangkup semua arti yang tersirat dalam kata “valid”, dan “tepat”
kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan tetapi tambahan kata
“tepat” dalam menerangkan kata “valid” dapat memperjelas apa yang dimaksud.
contoh
untuk mengukur besarnya partispasi siswa dalam proses belajar
mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetap
dilihat melalu:
-kehadiran
-terpusatnya perhatian pada pelajaran
-ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru
dalam arti relevan pada permasalahannya.
Niali yang diperoleh pada waktu ulangan, bukan menggambarkan
partisipasi, tetapi menggambarkan prestasi belajar. Ada bebrapa macam
validitas, yatu: validitas logis (logic validity), validitas ramalan (prediksi
validity) dan validitas kesejajaran (concurrent validity).
b.
Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability
dalam bahasa Inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat
dipercya. Seperti halnya isttilah validitas dan valid,kekacauan dalam
penggunaan istilah “reliabel”. “Relabilitas” merupakan kata benda, sedangkan
“reliabel” merupakan kata sifat atau kata keadaan.
Seseorang dikatakan dapat dpercaya apabila orang tersebut selalu
bicara ajeg, tidak berubabh-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
Contoh:
Nama siswa
|
Waktu Tes
|
|
Pengetesan pertama
|
Pengetesan kedua
|
|
Amin
|
6
|
7
|
Badu
|
5.5
|
6.6
|
Cahyani
|
8
|
9
|
Didit
|
5
|
6
|
Elvi
|
6
|
7
|
Parida
|
7
|
8
|
|
|
|
Demikan pula halnya sebuah tes. Tes trersebut dikatakan dapat
dipercaya jka memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkal-kali. Sebuah
tes dikatakan relabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan.
Dengna kata lain, jika kepada pawa sswa diberikan tes yang sama pada waktu yang
berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan (ranking) yang sama
dalam kelompoknya.
Walaupun tampaknya hasl tes pada tes kedua lebh baik, akan tetapi
karena kenakannya dialam oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dapat
dikatakan punya relabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali
disebabkan oleh adanya “pengalaman” yang diperoleh pada waktu mengerjakan tes
pertama. Dalam keadaan seperti ini dikatakan bahwa carry –over effect atau
practice-effect, yaitu adanya akibat yang dibawa karena siswa telah mengalam
suatu kegiatan. Penjelasan tentang reliablitas secara lebih terperinci dapat
dibaca pada bab lain.
Jika dihubungkan dengan validitas maka:
Validitas adalah ketetapan
Reliabilitas adalah ketetapan
c.
Objektifitas
Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa
objektif berarti tidak adanya unsure pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari
objektif adalah subjektif, artinya terdapat unsure pribadi yang mampengaruhi.
Sebuah tes dikatakan memiliki objektifitas apabila dalam melaksanakan tes tersebut tidak ada factor subjektif yang
mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada system scoringnya.
Ada dua factor yang dapat mempengaruhi subjektifitas dari suatu
tes; yaitu bentuk tes dan penilai.
1.
Bentuk
tes
Apabila tes yang digunakan berbentuk uraian, maka akan banyak
memberi kemungkinan pada si penilai untuk memberikan penilaian menurut caranya
sendiri. Dengan demikian apabila jawaban siswa dinilai oleh dua orang penilai,
maka akan mendapatkan hasil yang berbeda. Itulah sebabnya pada waktu ini ada
kecenderungan penggunaan tes objektif di berbagai bidang untuk menghindar
masuknya unsure-unsur subjektif dari penilai.
2.
Penilai
Subjektifitas penilai akan dapat masuk secara leluasa terutama
dalam tes berbentuk uraian. Factor-faktor yang mempengaruhi subjektifitas
antara lain: kesan si penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan
penilaian, kelelahan dan sebagainya.
Untuk menghindari atau mengurangi masuknya unsure subjektifitas
dalam penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus dilaksanakan dengan
mengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama menyangkut masalah
pengadministrasian, yaitu kontinuitas dan komprehensivitas.
a)
Evaluasi
harus dilakukan secara kontiniu.
Dengan
evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru akan memperoleh gambaran yang
jelas tntangkeadaan siswa.
b)
Evaluasi
harus dilakukan secara komprehensif.
Maksudnya
disini adalah mencangkup dari berbagai segi peninjauan, yaitu:
1.
Mencangkup
keseluruhan materi
2.
Mencangkup
berbagai aspek berpikir, (ingatan, pemahaman, aplikasi dan sebagainya).
3.
Melalui
berbagai cara, yaitu tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan, pengamatan
incidental dan sebagainya.
d.
Praktikabiltas (practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila
tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya.
Tes yang praktis adalah tes yang:
1)
Mudah
dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi
kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebh dahulu bagian yang dianggap
mudah oleh siswa.
2)
Mudah
pemeriksaannya, artinya tes itu dilengkap dengan kunci jawaban maupun pedoman
skoringnya.
3)
Dilengkap
dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang
lain.
e.
Ekonomis
Ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan onkos atau
biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
B. Langkah-langkah Pokok
dalam Evaluasi Belajar
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam
bidang evaluasi pendidikan merinci kediatan evaluasi ke dalam enam langkah
pokok.
1.
Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu
perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan hasil belajar itu umumnya
mencakup enam jenis kegiatan, yaitu:
a.
Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi
Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab
tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah
dan pada gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan
fungsinya.
b.
Menetapkan
aspek-aspek yang hendak dievaluasi. Misalnya apakah aspek kognitif, aspek
afektif ataukah aspek psikomotorik.
c.
Memilih
dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam melaksanakan evaluasi.
Misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan menggunakan
teknik tes ataukah teknik nontes. Jika teknik yang akan dipergunakan itu adalah
teknik nontes, apakah pelaksanaannya dengan menggunakan pengamatan (observasi),
melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire)?
d.
Menyusun
alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penialain hasil
belajar peserta didik.
Seperti butir-butir soal tes hasil belajar (pada evaluasi hasil
belajar yang menggunakan teknik tes). Daftar check (check list), rating scale,
panduan wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk
evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik nontes.
e.
Menentukan
tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan untuk
memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi.
Misalnya apakah yang akan dipergunakan Penilaian Beracuan Patokan
(PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian beracuan kelompok atau Norma (PAN)
f.
Menentukan
frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa
kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).
2.
Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun
data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil
belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau
melakukan pengamatan, wawancara atau angket dengan menggunakan
instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview guide
atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik
nontes).
3.
Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebihn dahulu
sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian
data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan
data yang “baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan
diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang
dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan
gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).
4.
Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud
untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam
kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun
dan diatur demikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan
menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik.
5.
Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar
pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam
data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar
interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan
kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah
barang tertentu mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.
6.
Penggunaan Hasil Evaluasi
Dengan melandaskan diri pada kesimpulan yang telah diperoleh dalam
kegiatan evaluasi, evaluator lebih lanjut melakukan pengambilan keputusan atau
merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dipandang perlu untuk dilaksanakan.
Dengan demikian tindakan melakukan evaluasi itu tidak hanya
terbatas sampai pada kesimpulan atau kongklusi saja. Harus diingat bahwa
kesimpulan itu barulah merupakan suatu pendapat sebagai hasil evaluasi dan
karena itu masih memerlukan tindak lanjut.
C. Ciri-ciri evaluasi pembelajaran
Adapun ciri-ciri dari evaluasi pendidikan. Ada lima ciri yang
dimiliki oleh evaluasi pendidikan, kelima ciri yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. Bahwa evaluasi dilakukan secara tidak langsung. Dalam contoh ini
akan mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan penyelesaian soal-soal.
b. Penggunaan
ukuran kuantitatif. Evaluasi pendidikan bersifat kuantitatif artinya
menggunakan simbul bilangan sebagai hasil pertama pengukura. Setelah itu
diinterpretasian ke bentuk kualitatif.
c. Bahwa evaluasi
pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
d. Bersifat
relatif, artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari waktu ke waktu yang
lain.
e. Bahwa evaluasi
pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun sumber kesalahan
dapat ditinjau dari berbagai faktor yaitu :
1. Kesalahan yang terjadi karena alat pengukurnya.
2. Kesalahan yang terjadi karena evaluator sendiri.
3. Kesalahan yang bersumber dari anak didik.
4. Kesalahan yang bersumber pada situasi pada saat evaluasi
pendidikan dilaksanakan.
Sumber:
Anas Sudijono, Teknik Evaluasi Pendidikan Suatu Pengantar,
Arikunto, Suharsimi.
2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
makasih
BalasHapusmaksih izin copy ya.......
BalasHapusMerkur Casino Review for 2021 | Pros and Cons + Pros
BalasHapusMerkur Casino is a reputable septcasino online novcasino casino with https://septcasino.com/review/merit-casino/ more worrione.com than herzamanindir.com/ 1000 games. This casino features over 1400 games including classics like